Kerinduan yang Mengkhawatirkan
Jika diurutkan dari segala perasaan yang aku miliki di dunia ini, rasanya, rindu menduduki posisi termiris. Pasalnya, suatu keanehan bagiku untuk merasakan sensasi perasaan ini terhadap manusia. Minimnya perasaan rindu membuatku berpikir bahwa manusia lainnya juga sejatinya begitu. Dalam artian, minimnya kerinduan merupakan suatu kenormalan.
Hingga, muncul sebuah kejadian aneh beberapa tahun silam. Ketika di suatu malam yang dingin, aku memutuskan keluar ke jalanan untuk membeli beberapa kudapan dari para pedagang asongan. Tiba-tiba dari seberang jalan raya, terdengar teriakan seorang perempuan yang sedang mengendarai motornya. "Ayuuuuu..... kangennnn!" Dia berseru sebegitu kencangnya, sehingga orang-orang di jalan spontan menatapnya. Seketika ia menjadi objek perhatian massa.
Belum selesai, itu baru kejutan awal. Selanjutnya tanpa merasa berdosa, dengan motor yang masih terus melaju ke arah yang berbeda, dia melambai-lambaikan tangannya ke arahku. Kali ini mata orang-orang seluruhnya beralih menatapku hingga tubuh ini terasa kaku. Dari sela-sela cahaya lampu jalan, aku terus berusaha menatap wajah si pembuat onar itu dari kejauhan. Hingga akhirnya wajah tersangka itu berhasil kukenali. Aku pun hanya tersenyum simpul, menggelengkan kepala dan bergumam dalam hati, "dasar gila!"
Ternyata perempuan itu merupakan teman satu unit di tempatku berkuliah. Berhubung sedang libur semesteran, kami tak berjumpa sekitar satu bulan. Iya, reaksinya cukup lebay memang. Seakan kami tak pernah bertemu puluhan atau belasan tahun lamanya. Namun tak apa, selama dia suka, aku tak terlalu keberatan dengan sikap unik beberapa teman yang semacam itu. Selama hal tersebut tak membahayakan diri dan melanggar ketentuan agama. Silakan saja.
Memiliki teman-teman yang pintar mengekspresikan kerinduan merupakan anugerah, setidaknya menurutku. Mereka mampu memahami dengan baik perasaan mereka sendiri dan tahu harus berbuat bagaimana. Kalau dikenang kini, adegan Maha lebay malam itu, rasanya cukup keren juga. Hahaha.
Nah, sejak saat itu aku mulai memahami bahwa porsi kerinduan dari seseorang kepada seseorang lainnya ternyata berbeda-beda. Serta cara mengekspresikannya juga. Dan bisa jadi penyebabnya juga.
Kembali lagi ke kisah kerinduanku yang minim. Hingga kini, aku sendiri belum mampu memahami penyebabnya. Namun, satu hal yang pasti. Bukan berarti aku tidak pernah merasa rindu, hanya saja aku merasa lebih baik tidak merindu. Hmm... memang agak sulit untuk dijelaskan.
Baiklah, begini saja. Kita mulai dari definisi rindu yang sesungguhnya. Sehingga kita bisa memahami secara mendetail jenis perasaan yang satu ini.
***
Definisi Rindu
Menurut sains, tubuh kita secara alami menghasilkan bahan kimia tertentu; hormon diproduksi oleh kelenjar dan neurotransmiter oleh sistem saraf pusat. Secara evolusioner, bahan kimia ini membantu kita membentuk ikatan emosional untuk dapat mempertahankan hubungan. Mereka membantu membuat kita tetap hidup.
Hormon yang terkait dengan cinta adalah estrogen/testosteron dan oksitosin. Sedangkan neutransmiter yang paling dekat berupa seratonin dan dopamin. Semua kimia itu diproduksi secara alami oleh tubuh. Nah, ketika kita bersama seseorang yang kita cintai atau kita merasa nyaman bersamanya, produksi hormon tersebut akan melonjak. Tubuh akan memroses reaksi kimia tersebut dengan cepat.
Jadi, kapan penyebab rasa rindu muncul?
Nah, ketika seseorang ditinggalkan/dipisahkan dari orang yang menjadi penyebab munculnya reaksi kimia tersebut maka tubuh akan berhenti (dalam jumlah besar) menghasilkan hormon-hormon tersebut. Menurunnya kadar hormonal tersebut berakhir pada rasa candu, di mana rasa rindu menjelma. Jadi, berdasarkan sains dan pembuktian logis, rindu itu hanyalah efek dari reaksi kimia.
Rindu yang Mengkhawatirkan
Berbeda dari kebanyakan orang yang mengatasnamakan rindu sebagai suatu bentuk kepentingan akan kehadiran. Aku justru merasakan rindu sebagai bentuk kekhawatiran dan bahaya. Pasalnya, walau jarang terjadi, setiap kali aku merindukan seseorang, biasanya orang tersebut dalam kondisi yang tidak baik. Apakah mereka sedang sakit parah, dalam kesedihan yang mendalam, mengalami depresi, rasa putus asa, atau dalam kondisi bahaya dan berbagai sinyal negatif lainnya.
Berdasarkan pengalaman, sinyal rindu mengkhawatirkan semacam ini tak melulu menuntut kedekatan emosional tertentu. Ada kalanya, aku merasakan sinyal ini pada seseorang yang tidak terlalu akrab bahkan pada seseorang yang memiliki interaksi yang tak terlalu mendalam. Mungkin di antara kalian juga pernah merasakan hal serupa? Aneh memang. Parahnya, hingga kini aku belum mendapatkan penjelasan secara saintifik terkait hal ini. Entahlah.
Jadi, untuk saat ini, aku lebih memilih menikmati kerinduan yang minim. Dengan begitu, aku berharap orang-orang di sekelilingku dapat menjalani kehidupannya dengan baik. Itu rasanya lebih melegakan dibandingkan sinyal rindu yang mengkhawatirkan.
Jika dipikir-pikir kini, kata-kata Dilan ternyata ada benarnya.
Selesai.
0 Response to "Kerinduan yang Mengkhawatirkan"
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya!
Besok-besok mampir lagi ya!
(Komentar Anda akan dikurasi terlebih dahulu oleh admin)