Jelang Lasenas 2018, BPNB Aceh Ajak Siswa dan Komunitas Membersihkan Situs Sejarah
Theodore Roosevelt, seorang penerima Nobel Peace Prize, pernah berkata, "The more you know about the past, the better prepared you are for the future." Jika diartikan maka maknanya kira-kira seperti ini, "Semakin kamu memahami sejarah, maka kamu akan semakin siap menghadapi masa depan." Saya bersepakat dengan perkataan tersebut dan Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Aceh pun menyambut hangat prinsip ini dengan diadakannya Gerakan Situs Bersih pada tanggal 15 April 2018 lalu.
Gerakan situs bersih merupakan salah satu rangkaian kegiatan menyambut Lasenas (Lawatan Sejarah Nasional) yang diadakan di Aceh pada tanggal 27 April hingga 1 Mei 2018. Sejujurnya, baru kali ini saya terlibat langsung dengan urusan bersih-bersih situs bersejarah sekaligus ikut terlibat mempelajari kembali sejarah masa lampau yang katanya bisa membuat orang gampang baper dan susah move on. Bukan sejarah masa lalu antara kamu dan si dia tentunya, namun ini sejarah perjuangan para pahlawan bangsa.
Nah, kembali ke topik gerakan situs bersih, pada hari minggu tersebut kami mengunjungi 4 titik situs bersejarah di kawasan Aceh Besar. Benar, seharian, dari pagi hingga petang. Siapakah kami? siswa/siswi dari berbagai sekolah menengah dan para awak komunitas yang diboyong oleh BPNB Aceh tentunya. Nah, coba tebak, kira-kira apa ya situs sejarah pertama yang kami kunjungi?
#1 Makam Pahlawan Nasional Tgk.Chik Di Tiro
Makam? Yup. Situs sejarah yang kami kunjungi di pagi nan gerimis setelah menelusuri jalan sempit dan berliku adalah makam a.k.a kuburan. Kebayang gak sih bagaimana kri-krik syalalala perasaan kami saat tiba di pintu gerbang makam dengan nuansa alam yang sedang melow-melownya? Belum selesai dengan nuansa sendu rintik-rintik hujan pengingat perjuangan masa lalu, tiba-tiba hujan yang semula malu-malu berubah deras. Yah, awalnya saya nyaris kecewa dengan sikon tersebut dan mengira acara bersih-bersih hari itu bakal gagal total.
Namun
ternyata, layaknya pepatah berkata, habis gelap terbitlah terang. Alur
ceritanya seketika berubah menderang. Benar bahwa sebelumnya hujan turun
dengan deras namun tak lama. Selepas itu mentari berangsur-ansur
menampakkan diri dan menghangatkan bumi. Jika dipikir-pikir kini, hujan
yang turun kala itu laksana pertanda alam yang ingin menyambut
kedatangan kami—semacam ritual peusijuek—kegiatan tepung tawar untuk memberkati kegiatan. Hanya asumsi, jangan terlalu dihayati.
Kami
menghabiskan waktu dari pagi hingga siang hari untuk membersihkan
kawasan makam Teungku Chik di Tiro. Kawasan makam tersebut cukup asri dan sejuk.
Hanya saja rerumputan mulai tumbuh setinggi betis dan dedaunan
berguguran di bawah pepohonan besar yang tampak sudah berumur.
Walau
kunjungan bersih-bersih kali ini lebih didominasi oleh kaum Adam, akan
tetapi tampaknya hal tersebut sama sekali tidak menyurutkan semangat
kami semua untuk membersihkan situs sejarah nasional tersebut dengan
maksimal. Bisa dikatakan, kali ini justru para pemuda pecinta sejarah ini mengambil
porsi kerja lebih banyak saat bersih-bersih. Keseriusan mereka
patut diancungi jempol.
Nah, terkait dengan pejuang nasional Muhammad Saman atau Tgk. Chik
di Tiro, terdapat kisah cerdas di balik perjuangan yang Beliau lakukan. Alkisah, saat
itu semangat perjuangan rakyat Aceh sempat mengendur. Pertikaian antar
kelompok di dalam masyarakat juga sempat terjadi. Tgk. Chik di Tiro , yang notabene merupakan ulama sekaligus pemimpin,
menggunakan sastra dan hikayat sebagai media pemersatu dan pembangkit
semangat masyarakat untuk berjihat melawan penjajah Belanda. Ada
pun syair yang cukup masyhur tersebut berjudul "Hikayat Prang Sabi"
(Hikayat Perang Sabil). Isi dari kisah hikayat tersebut menganjurkan
agar rakyat berperang melawan Kaum Kafir (dalam konteks ini penjajah Belanda). Andai pun saat berperang mereka tewas maka
Allah akan memberi para syuhada tersebut ganjaran berupa syurga. Pengaruh syair tersebut
cukup besar dan mampu menggerakkan semangat rakyat. Akhirnya, melalu Sastra, Saman berhasil mengumpulkan para pejuang dan membentuk Angkatan Perang Sabil.
Lawatan
sejarah ke makam Chik di Tiro ini baru pertama kali saya lakukan.
Sebagai
orang Aceh yang menyukai dunia kepenulisan dan seni, kunjungan kali ini
membuat hati saya sedikit malu. Pasalnya, baru kali ini saya
menyempatkan diri berkunjung untuk sekadar menuturkan sebait dua doa
untuk para syuhada. Mengingat Tgk. Chik
di Tiro—ulama, ahli strategi perang sekaligus pejuang—telah
mengorbankan waktu, jiwa, raga, harta benda dan pemikirannya untuk
melawan penjajahan demi keamanan bangsa ini. Sehingga, kini kita dapat menikmati momen damai
serta terlepas dari kerisauana penjajahan Belanda. Maka, bukankah suatu
kesombongan dan kedunguan yang nyata bagi kita, generasi muda, jika tak
menganggap penting lawatan sejarah dan tidak menyempatkan diri mengulang kaji sejarah perjuangan
bangsa?
#2 Masjid Indrapuri
Selepas menunaikan salat Zuhur dan makan siang, kami melanjutkan perjalanan ke salah satu masjid tua di Aceh. Masjid itu dikenal dengan nama masjid Jami' Indrapuri. Saat itu, kondisi masjid cukup bersih dan terawat sehingga tim gerakan situs bersih tidak menghabiskan terlalu banyak waktu di tempat tersebut.
Jika ditatap lamat-lamat, dinding kokoh yang mengelilingi mesjid tua ini didesain mirip benteng pertahanan perang. Atap masjid juga mencerminkan pengaruh Hindu yang pernah ada di wilayah Indrapuri. Masjid Indrapuri ini awalnya berupa Candi yang dibangun pada abad 12 M oleh kerajaan Indrapuri. Namun semasa Iskandar Muda, 1607 hingga 1636 M, candi tersebut diubah menjadi sebuah masjid.
Adapun desain masjid tua Aceh lainnya yang menyerupai bentuk masjid Jami' Indrapuri terdapat di Gayo Lues Provinsi Aceh. Masjid yang kabarnya telah berdiri sejak 1412 M tersebut dinamakan Masjid Asal Penampaan. Jika informasi tersebut benar, kemungkinan masjid ini dibangun pada masa kerajaan Samudra Pasai. Beruntung saya pernah datang dan melihat langsung masjid Penampaan tersebut. Berikut saya tampilkan foto dari masjid Asal Penampaan di Gayo Lues.
Masjid Tua Penampaan, Gayo Lues |
#3 Benteng Sultan Iskandar Muda
Dari Masjid Jami' Indrapuri kami bertolak menuju benteng-benteng bersejarah yang terdapat di kawasan Krueng Raya. Menurut penuturan orang-orang tua di kawasan ini, nama asli wilayah Krueng Raya sebenarnya adalah Krong Raya (Lumbung padi yang besar bukan sungai yang besar). Namun entah mengapa sejalan bertambahnya usia dunia, nama wilayah ini mengalami pergeseran makna. Untuk teman-teman yang masih penasaran, bisa baca penelitian mengenai sejarah asal nama Krueng Raya yang diinisiasi oleh ICAIOS.
Baiklah, kembali ke suasana benteng Iskandar Muda. Lagi-lagi, saya harus menahan malu. Saya serasa menjadi tamu di rumah sendiri. Yap, ini pertama kalinya juga saya mengunjungi Benteng Iskandar Muda. Saya sempat terpesona dengan detail desain dan kekokohan dari benteng ini. Selain armada perang, Aceh pastinya memiliki arsitek dan ahli bangunan yang andal.
Saat kami kunjungi, benteng ini tampak sepi. Saya tidak serta merta mengarang asumsi. Sama seperti kondisi parkiran makam Teungku Chik di Tiro, salah satu indikator nyata masih sepinya pengunjung ke suatu tempat wisata atau situs sejarah dapat ditinjau dari masih banyaknya kotoran lembu yang bertebaran di sekitar halaman benteng. Agaknya,
masyarakat tidak terlalu kerap bertandang dan menghabiskan masa di
sini. Padahal, saya yakin, menikmati pendar senja di atas benteng ini
sambil sesekali menyapu pandangan ke arah lautan pastinya menyenangkan.
#4 Benteng Indrapatra
Hanya membutuhkan waktu yang cukup singkat untuk menuju situs cagar budaya Benteng Indrapatra jika bertolak dari Benteng Iskandar Muda. Tapi kali ini, saya tidak perlu malu atau bersedih hati lagi. Pasalnya, benteng Indrapatra tersebut sudah pernah saya kunjungi beberapa kali sebelumnya. Namun kunjungan kali ini terasa sedikit berbeda. Mungkin nuansa senja menjadikan suasana di benteng ini terasa berbeda. Kami cukup beruntung karena benteng berada dalam kondisi yang bersih. Sehingga kami memanfaatkan waktu untuk bersantai sambil menikmati beberapa kudapan.
Para pelajar yang tergabung dalam ikatan forum pelajar cinta sejarah (fpcs)
memanfaatkan momen untuk mendokumentasikan beberapa gambar dan video
suasana benteng di senja hari. Hasilnya tangkapan mereka cukup keren.
Suasana senja di benteng Indrapatra memang benar-benar memesona. Selain itu, seluruh
rangkaian kegiatan ini juga telah direkam oleh salah seorang anggota Aceh
Video Community. Seluruh kegiatan ini telah didokumentasikan dalam
bentuk vlog yang siap untuk ditonton. Silakan like, comment dan subscribe VIDEOnya ya.
Saya merasa bersyukur dapat bergabung dan mengikuti rangkaian acaranya ini secara penuh. Bertemu dan berdiskusi dengan teman-teman baru merupakan momen yang sangat saya nikmati. Saya merasa sangat senang dan bangga melihat para pelajar yang peduli akan sejarah sejak muda. Kepedulian dan keinginan untuk terus belajar akan mendukung proses pendewasaan sikap dan pemikiran mereka di masa depan.
Gerakan situs bersih ini bukan saja mengajak para pelajar dan orang-orang komunitas untuk peduli dan menjaga situs sejarah secara baik. Namun program ini juga membersihkan kemelut pemikiran kita, para anak muda, yang masih bergelut dalam pencarian jati diri. Sejarah kejayaan, perjuangan dan semangat kepahlawanan membuat kita sadar bahwa pergeseran nilai zaman kini tak terlepas dari minimnya pengetahuan kita akan sejarah para indatu (nenek moyang). Jika di masa lalu saja, mereka sudah sealim, sepintar, sesukses dan sekuat itu makan sudah selayaknya kita generasi muda mengadopsi contoh-contoh tersebut sebagai motivasi untuk berkembang menjadi pemuda(i) yang lebih baik lagi. Sehingga ke depannya, sejarah dapat dijadikan patron dalam merancang masa depan yang baik serta kompas untuk mencegah pengulangan sejarah kelam di masa lalu.
menarik kak, jadi ingat waktu ke Aceh sempat diajak sama teman-teman di sana ke Benteng Indrapatra.
BalasHapussemoga di lain kesempatan bisa berkunjung lg ke Aceh :)
salam kenal.
Hai Liana,
HapusThanks udah berkunjung ke blog dan membaca tulisan ini ya.
Yups, ditunggu kunjungan ke Aceh selanjutnya.
#genpiaceh #thelightofaceh #wonderfulindonesia