Kemal Jufri: Sang Fotografer Kondang yang Membumi
Beberapa waktu yang lalu, melalui sebuah email, kami dipertemukan.
Ya, begitu saja, semudah dan sesederhana itu.
Sebut saja namanya Kemal Jufri. Seorang fotografer kondang peraih 2nd Prize World Press photo datang ke Banda Aceh hanya untuk menemui seorang model dadakan yang berinisial saya. Si saya ini adalah tipikal orang yang jangankan diminta bergaya untuk foto profilnya, pas fotonya saja tidak pernah di update selama beberapa tahun. Jadilah dua rekan kerja ini tampak seperti langit dan bumi.
Yang satu ahli sekali dalam bidang fotografi dan yang satunya lagi gagap total di bidang ini. Baiklah, mungkin kalau bukan karena tugas yang diberikan oleh Panos (sebuah organisasi fotografi yang bermarkas di UK), salah satu tempatnya berdikari, Kemal mungkin akan lebih senang bekerjasama dengan model-model yang punya pesona di bidang fotografi. Ah, sudahlah itu cuma asumsi tanpa konfirmasi, jangan diambil hati.
Pada awalnya si saya sih merasa santai-santai saja saat mengetahui bahwa profilnya akan dimuat di sebuah pemberitaan. Dia tidak terlalu ambil pusing. Si saya ini memang senang jika karyanya bermanfaat dan dikenal orang banyak namun saya sediri tidak telalu suka menjadi pusat perhatian yang berlebihan. Saat mengetahui wawancara diadakan via skype, saya senang bukan kepalang. Hanya menghadap layar, laksanakan, selesai begitu pikirnya gampang.
Yang satu ahli sekali dalam bidang fotografi dan yang satunya lagi gagap total di bidang ini. Baiklah, mungkin kalau bukan karena tugas yang diberikan oleh Panos (sebuah organisasi fotografi yang bermarkas di UK), salah satu tempatnya berdikari, Kemal mungkin akan lebih senang bekerjasama dengan model-model yang punya pesona di bidang fotografi. Ah, sudahlah itu cuma asumsi tanpa konfirmasi, jangan diambil hati.
Pada awalnya si saya sih merasa santai-santai saja saat mengetahui bahwa profilnya akan dimuat di sebuah pemberitaan. Dia tidak terlalu ambil pusing. Si saya ini memang senang jika karyanya bermanfaat dan dikenal orang banyak namun saya sediri tidak telalu suka menjadi pusat perhatian yang berlebihan. Saat mengetahui wawancara diadakan via skype, saya senang bukan kepalang. Hanya menghadap layar, laksanakan, selesai begitu pikirnya gampang.
Namun ketika seorang rakan yang tinggal di negeri entah berantah memberitakan bahwa si saya harus mengikuti sesi dokumentasi alias potret sana, potret sini mulailah dia heboh sendiri. Ditambah lagi sang fotografer dikirim khusus untuk mendokumentasikan profilnya, maka tambah uring-uringanlah si saya. Kasihan dia. Si saya yang sewaktu kecilnya terbiasa berfoto ria dengan jasa fotografer keliling mesjid Raya harus bertemu dengan seorang profesional jurnalistik fotografer setingkat Kemal Jufri, ratapnya.
Hari H pun tiba, si saya menunggu di Bandara untuk menyambut kedatangan rekan kerjanya. Mungkin sang fotografer bakal membawa tas-tas besar berisi peralatan fotografi, begitulah si saya berpikir untuk pertama kali. Namun yang terjadi, Kemal Jufri datang hanya dengan membawa dua buah ransel mungil dan berpakaian casual, santai sekali. Ini di luar prediksi.
Si saya pun bertegur sapa dengan rekannya. Walaupun tampangnya serius, Kemal Jufri ini memiliki selera humor yang cukup baik. Bak teman lama yang berjumpa, mereka tidak kehilangan ide untuk terus berbagi dan berdiskusi. Mereka membicarakan hal-hal ringan yang biasa sampai pada pengetahuan dan inspirasi yang luar biasa. Lalu berakhir pada proses merajut seni perancangan cerita untuk fotografi. Ternyata foto jurnalistik tidak sama dengan foto-foto selfie yang memenuhi sosial media. Foto jenis ini harus mengandung cerita penuh makna.
Proses pengambilan foto dilakukan dari pagi hingga petang. Dengan bodohnya si saya protes karena kelelahan sanyam-senyum seharian. "Mengapa harus berfoto sebanyak ini jika hasil yang dipublikasi hanya satu dan dua gambar saja?" Dengan bijak sang rekan menjelaskan bahwa emosi sebuah foto tidak dapat ditangkap hanya dengan beberapa sudut pandang dan jepretan saja. Si saya seketika tertegun, berpikir sejenak dan meng-oh-kan dalam diam. Seakan belajar kebijaksanaan bahwa makna foto saja tidak dapat disimpulkan sembarangan dalam beberapa lembar apalagi memahami jiwa seseorang.
Dalam sela-sela kerja, si saya menyempatkan belajar dan bertanya, mumpung sedang bertemu master pikirnya. Dia meminta tips mengenai hal-hal yang harus dimiliki seorang fotografer jurnalistik agar kelak ternama. Lalu Kemal Jufri memulai telaahnya. Ada 3 hal utama yang harus dimiliki oleh seorang foto grafer jurnalistik:
Pertama, stamina. Kedua, teknik. Ketiga, latihan atau memiliki jam terbang yang tinggi
Pertama, stamina. Kedua, teknik. Ketiga, latihan atau memiliki jam terbang yang tinggi
Si saya mulai berpikir dan merasa-rasa. Ternyata foto jurnalistik itu penuh nuansa, layaknya mengarang cerita tanpa rangkaian kata-kata. Tidak gampang awalnya, namun indah pada akhirnya. Demikianlah sekilas kisah si saya. Pasti dia beruntung karena telah belajar banyak. Terima kasih Kemal Jufri telah bertandang kemari.[]
0 Response to "Kemal Jufri: Sang Fotografer Kondang yang Membumi"
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya!
Besok-besok mampir lagi ya!
(Komentar Anda akan dikurasi terlebih dahulu oleh admin)